Idealnya Nabung Berapa Tiap Bulan?
Pertanyaan jebakan batman. Bertanya tentang idealnya nabung berapa = menggeneralisasi kondisi setiap orang.
Padahal kita ada di kondisi berbeda. Dengan tanggung jawab yang berbeda. Dan dengan kebutuhan yang berbeda pula.
Kali ini yok bahas idealnya nabung berapa bukan dalam konteks angka.
Buat kamu yang kepengen hitungan angka, skip aja artikel ini.
Orang Indonesia Nggak Suka Nabung ?
Wartadana pernah baca feed Quora tentang : ‘Kenapa orang Indonesia nggak suka nabung?’.
Pertanyaan itu bikin bertanya-tanya. Masa sih orang Indonesia nggak suka nabung?
Karna wartadana melihat sendiri orang tua teman-teman yang sudah bekerja di perusahaan swasta dari usia muda.
Mereka membesarkan teman-teman wartadana dari gaji bulanan dan saat akhirnya pensiun masih memiliki cukup uang untuk hidup nyaman padahal bukan aparatur negara.
Kategori hidup nyaman di sini pun masih dapat hidup seperti biasa, masih mampu menyediakan modal tambahan buat anaknya dan nggak minta-minta uang di masa tua.
Kalo mereka nggak nabung, mereka nggak merencanakan keuangan dari muda, gimana hal itu bisa tercapai?
Jadi kalo dibilang orang Indonesia susah nabung, wartadana sendiri belum setuju.
Buktinya banyak orang-orang tua yang menyimpan sejak muda agar bisa pensiun dengan layak.
Yang mesti jadi sorotan adalah kita yang muda-muda, yang berpikir bahwa hidup akan selesai besok dan mesti enjoy life to the fullest.
Kita sih yang sebenarnya sulit menabung, bukan orang Indonesia.
Millennials with money
Wartadana ngerti banget kalo sebagai anak muda, ada keinginan belanja yang besar. I really feel you!
Duh! Nggak usah ditulisin di sini juga semua orang tau.
Pengen belanja something-something, pengen beli gadget something-something, pengen beli perlengkapan olahraga something-something dan kepengen jalan-jalan setiap bulannya.
Bayangin perpaduan antara enjoy life to the fullest dengan keinginan kita yang nggak pernah ada habisnya.
Trust me! Wartadana termasuk orang yang banyak maunya. Habis beli A, kepikiran kayaknya butuh B. Ntar nabung buat B, eh kayaknya C penting juga. Dan selalu seperti itu.
Dan karna nggak pernah ngerasa cukup, gaji pun numpang lewat.
Ujung-ujungnya melarat sepanjang tahun dan semakin nggak puas akan hidup yang lagi kita jalani.
Padahal kalo ditarik dari akar-akarnya, kita mampu ngasih hidup yang nyaman asalkan kita bisa menentukan prioritas dan hidup sesuai prioritas tersebut.
Cuman ya balik lagi.
We are millennials. We need to enjoy life to the fullest.
Live life to the fullest itu apa sih?
Supaya fair, kita juga mesti menjawab pertanyaan ini.
Apa sih hidup yang to the fullest itu seperti apa sih?
1. The Society
Dia adalah anak muda yang sudah bercampur dengan lingkungannya.
Ini adalah anak muda yang ngerti berapa harga tas Louis Vuitton dan memutuskan untuk tetap membeli sebuah agar dapat show-off sewaktu ngumpul.
Si anak muda yang pas lagi musim gowes, bakalan belanja perlengkapan sepeda-an dari atas kepala sampai ujung kaki.
Ini adalah anak muda yang pas lagi musim hot wheels akan berlomba-lomba koleksi dengan teman se-gangnya.
Ini adalah tipe kita pada umumnya. Mau jadi sama kayak teman-teman, kayak lingkungan kita, like our society.
Menurut wartadana, menjadi bagian the society adalah yang paling umum sekaligus yang selalu jadi korban dari keadaan.
Karna si society kepengen ngikutin lingkungan, sementara lingkungan akan selalu berubah.
Jadi, dia akan mutar-mutar di hamster wheel.
Mutar-mutar kayak hamster yang cuman ada di dalam kandangnya. Nggak jalan kemana-mana.
Nggak nambah apapun. Just surviving. Cuman bertahan hidup doang.
2. The Explorer
Seperti namanya, ini adalah anak muda yang nggak begitu peduli pada lingkungannya.
Dia berpikir hidup lebih dari sekedar apa yang terlihat.
Dan mengejar mati-matian libur panjang ke pulau tropis, atau menyusuri jalanan asing seorang diri atau sekedar camping di tengah hutan.
Bagi petualang, investasi terbesarnya ada pada pengalaman hidup dan pada setiap perjalanan yang dia lalui.
Anak muda ini mengerti travelling ala selebritis bukan goal life-nya. Dia nggak memilih perjalanan dengan agen tour and travel mahal, yang jadwalnya sudah dipilihkan bagi dia.
Dia memilih perjalanan eksotis yang penuh rahasia dan ketidakpastian.
Setiap perjalanan memberinya energi baru. Tapi nggak pernah berpikir untuk punya akar di satu tempat.
Dia nggak bakalan habisin uang buat mikirin masa pensiun, membeli rumah tinggal atau mikirin karir jangka panjang.
Karna yang dia inginkan adalah melihat dunia, melihat hidup. Apapun harganya, termasuk saat nggak bisa menjaga karir jangka panjang atau nggak mikirin masa depan.
3. The Stingy
Anak muda ini mencintai uang lebih dari apapun. Walaupun nggak tahu untuk apa, uang yang dia kumpulkan.
Mungkin dia bangga memiliki lebih banyak uang dari anak muda lain seusianya.
Atau dia senang karna memiliki uang artinya dia bisa membeli mobil keluaran terbaru dari showroom atau mengakuisisi rumah tinggal di komplek mahal di kotanya.
Tapi bisa jadi, dan kemungkinan besar uang itu hanya dia simpan hingga berbunga dan terus berbunga.
Besar kemungkinan dia nggak rela membelanjakannya untuk mobil terbaru dan memilih untuk menggunakan mobil butut keluarganya yang selalu ngadat setiap kali di-starter.
Besar kemungkinan dia memilih tinggal di komplek perumahan usang peninggalan orangtuanya karna kepengen menghemat uang.
Setiap hari, dia bermain dengan uang. Saat pagi dia menghitung uangnya. Setelah malam dia tersenyum dengan uang yang dia miliki.
Dia berkejaran dengan waktu untuk membuat lebih banyak uang di rekeningnya. Dalam kepalanya uang memberikan kenyamanan dan rasa aman.
Walopun dia nggak ngerti gimana caranya membelanjakan uang tersebut?
Please, jangan jadi orang seperti ini. Orang-orang yang berpikir bahwa uang ngasih kenyamanan tapi nggak pernah menikmati kenyamanan itu.
Hidup pas-pasan dan hemat sepanjang tahun saat punya uang untuk hidup layak, bukanlah hidup yang nyaman.
4. The Unsure
Selalu nggak yakin akan apa yang dia inginkan.
Sebentar dia berpikir untuk mengejar karir & target dan menghabiskan waktu untuk terlihat pantas menghadapi customer-nya yang banyak.
Di lain waktu dia berpikir untuk menghabiskan tabungannya dengan perjalanan eksotis ke Timur Tengah.
Dan di satu titik dia berpikir untuk menghemat semua uangnya, untuk menyimpan setiap Rupiah menjadi tabungan yang memadai.
Di satu hari dia berpikir untuk menikah dan settling down. Mencari kemapanan finansial yang rupanya nggak pernah ada.
Sehingga saat goal-goalnya tercapai, dia lupa untuk apa uang itu?
Dia bingung untuk apa semua ini? Karna dia nggak benar-benar tahu, apa yang dia ingin.
Itupun kalo tercapai. Karna biasanya semakin bingung seseorang, semakin jauh goal yang mau dia kejar.
Mengkategorikan Orang
Kalimat-kalimat panjang soal deskripsi anak muda di atas adalah produk dari lingkungan kita.
Kalimat-kalimat di atas adalah karangan berdasarkan wawasan wartadana yang sempit.
Manifestasi dari apa yang dibaca di laman sosial media dengan ratusan ribu pengikut.
Itu adalah apa yang kita lihat sewaktu post di sebuah akun menyuruh kita memilih antara A-B-C-D dan memberi tahu apa arti pilihan kita tersebut.
Dan kita memilih untuk percaya pada laman sosial tersebut, betapapun anehnya arti dari pilihan kita.
Kita juga percaya bahwa kita masuk ke sebuah kotak. Dan kita percaya kita adalah bagian dari sebuah golongan.
Kita percaya golongan darah menentukan sifat kita, zodiac menentukan keuangan kita, shio menentukan pasangan kita, Myerr Briggs personality type menentukan siapa kita.
Cara kita percaya pada kotak-kotak yang disajikan di laman sosial media, membuat kita memutuskan siapa kita sebenarnya.
Padahal itu adalah kotak-kotak ciptaan orang yang jauh dari tepat dalam mendeskripsikan siapa kita. Dan tetap saja kita memilih untuk percaya dan mengadopsinya dalam hidup.
Rasa percaya itu yang bikin kita mencoba banyak hal, melakukan apa saja agar sesuai dengan the society.
Agar dunia ini paham dan menerima kita.
Akhirnya apa yang kita lakukan hanyalah membuang uang hasil kerja keras untuk hidup yang kita nggak yakin.
- Apakah ini hidup yang KITA pilih untuk jalani?
- Atau apakah ini hidup yang dipilihkan dari lingkungan bagi kita?
Menjalani hari-hari dalam tagline ‘Enjoy life to the fullest’, dalam kotak-kotak ‘society’ dan selalu bingung akan siapa sebenarnya kita di tempat ini.
Menemukan Diri Sendiri
Bingung di usia 20-an adalah hal wajar.
Perpindahan status dari anak yang dibimbing oleh orangtua, menjadi orang dewasa yang mesti bikin keputusan sendiri adalah hal yang membingungkan.
Tapi kita mesti melanjutkan hidup.
Kita mesti berkejaran dengan waktu untuk memahami siapa kita.
Karna dengan memahami diri sendiri, kita bisa mengerti apa kebutuhan dan keinginan kita.
Kita bisa mengerti apa yang benar-benar kita butuhkan vs apa yang benar-benar kita inginkan.
Sehingga kita bisa menyisihkan uang untuk keinginan besar dalam hidup.
Di sinilah konsep tujuan finansial itu penting. Menabung tanpa tujuan itu kayak mengendarai kendaraan tanpa tujuan.
Akhirnya mutar-mutar terus sampai bensin habis. Dan nggak juga sampai di titik apapun.
Banyak loh yang seperti itu.
Sedih nggak mikir kalo dalam hidup yang cuman sekali ini, kita nggak bisa menemukan diri sendiri dan nggak punya kesempatan untuk berjuang deminya ?
Se-absurd apapun, menabung adalah perjuangan buat diri kita sendiri.
Menabung artinya kita mutusin bahwa masa depan, bahwa tujuan finansial kita, bahwa tujuan hidup kita, layak untuk diperjuangkan.
Jadi demi masa depan itu, kita berjuang keras menyimpan hasil kerja kerasnya saat ini ketimbang menghabiskannya untuk kesenangan saat ini.
Idealnya Gua Nabung Berapa?
Ideal adalah produk dari lingkungan kita.
Ibarat angka dalam bentuk persentase yang menggambarkan bagaimana seharusnya kita hidup.
Tapi apakah kita mesti ikutin angka ideal seumur hidup?
Nggak capek dengan kata-kata ideal?
- Berat badan ideal?
- Rumah ideal?
- Karir ideal?
- Gaji ideal?
- Hingga pasangan ideal?
Wartadana percaya ideal bukan aturan wajib. Kalo ada yang nanya pertanyaan idealnya gua nabung berapa tiap bulan?
Wartadana akan jawab, dengan gaji 100 %, idealnya KITA bisa nabung 1000 %? *Kan idealnya*
Tapi ideal tersebut nggak masuk akal. Ideal 1000 % di atas kayak omongan orang gila. Dan ideal itu nggak mungkin jadi patokan yang relevan.
Jadi wartadana mau bilang bahwa : saat kita mulai dari 0, angka nggak lagi relevan.
Mau menabung 50 ribu per bulan, atau hanya 5 % dari gaji bulanan adalah SAH.
Nggak ada aturan baku soal berapa yang harus kita sisihkan. Kita sendiri yang bakalan ketemu nantinya berapa angka yang tepat bagi kita.
Sehingga penting untuk baca literatur finansial dan belajar soal mengelola keuangan pribadi.
Membangun Fondasi Finansial
Di luaran sana, bertebaran informasi soal kaya dari saham, trading forex atau alternatif investasi dengan cuan gede.
Tapi, cobalah pahami bahwa untuk bisa berinvestasi sampai kaya raya kita butuh fondasi.
Dan semua orang yang ngaku dapat cuan puluhan sampai ratusan juta dari investasi mereka, nggak pernah mikirin uang buat biaya hidup sehari-harinya.
Level mereka udah beda, sehingga bukan ngomongin “uang bulanannya nggak pernah cukup” atau ngomongin “menabung buat beli gadget idaman”.
Jadi kalo boleh saran, one step at a time lah.
Kita sama-sama bangun fondasi keuangan. Sehingga saat fondasi keuangan kita udah kuat, kita bakalan kuat untuk mencoba apapun di luar sana.
Nggak usah khawatir ketinggalan cuan kalo nggak berinvestasi lebih cepat. Karna rejeki itu nggak bakalan ketukar.
Anyway jawab juga pertanyaan ini sebelum mutusin idealnya kamu nabung berapa?
Siapa kamu? Apa tujuan hidupmu? Apa tujuan finansialmu?
Bersediakah kamu berupaya dalam hidup yang hanya sekali ini, untuk susah payah berupaya keras mewujudkan semuanya?
BACA JUGA :
- 8 Jenis Investasi di bawah 1 Juta
- Cara Investasi Reksadana Bagi Pemula
- Cara Investasi Reksadana Online